Rumah Tangga Sebuah Amanah
Kewajiban paling utama, tanggung jawab paling besar, dan amanah paling berat adalah pendidikan terhadap keluarga dan bimbingan untuk rumah tangga, berawal dari diri sendiri kemudian istri, anak-anak , dan kerabatnya.
Inilah yang dimaksud firman Alloh:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارً۬ا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡہَا مَلَـٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ۬ شِدَادٌ۬ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ (٦)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api naar yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. 66:6)
Pendidikan keluarga bukan sekedar kegiatan sambilan, pemikiran sedeharna, atau upaya ala kadarnya. Namun pendidikan keluarga merupakan kebutuhan asasi dan masalah yang sangat urgen serta memiliki konsekuensi jauh ke depan dalam menentukan masa depan rumah tangga. Seorang muslim harus bertanggung jawab atas segala kekurangan dan kesesatan yang terjadi di tengah keluarganya. Dari Ibnu Umar Rodhiyalloohu ‘Anhuma berkata: aku mendengar
Rosulullooh Shololloohu ‘alaihi wassallam bersabda:
“Kamu sekalian adalah pemimpin, dan akan diminta tanggung jawab atas kepimpinannya, seorang imam adalah pemimpin, dan akan diminta tanggung jawab atas kepemimpinannya dan seorang laki-laki adalah pemimpin dan akan diminta tanggung jawab atas atas kepemimpinannya, dan wanita adalah penanggung jawab terhadap rumah suaminya dan akan diminta tanggung jawabnya, serta pembantu penanggung jawab atas harta benda majikannya dan akan diminta tanggung jawabnya”. (Shohih, diriwayatkan oleh Bukhori dalam Shohih-nya: 893, 2409, 2554, 2558, 2571, 5188, dan 7138. Muslim dalam Shohih-nya: 4701, dan Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1705)
Keluarga yang baik merupakan nikmat yang paling agung dan karunia yang palingberharga dan tidak ada yang mampu menghargai dan mengenali nilainya kecuali orang yang telah memiliki keluarga hancur dan rumah tangga berantakan sehingga kehidupan laksana terkurung oleh hawa neraka, dan hari-harinya hampir diwarnai perih dan pilu karena keluarga berantakan.
Bekal Membina Rumah Tangga
Ketahuilah bahwa berbagai macam problem kehidupan dalam rumah tangga sering timbul akibat kebodohan terutama terhadap ilmu agama. Dan sebagai obatnya adalah belajar, sebagaimana sabda Nabi Shololloohu ‘alaihi wassallam kepada para sahabat Rodhiyalloohu ‘Anhuma:
“Mengapa mereka tidak bertanya jika tidah tahu? Sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya”. (Hasan, diriwayatkan Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya: 337 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya:572. Dan dihasankan syaikh al-Albani dalam Shohih Sunan Abu Dawud: 337)
Kedunguan hati dari ilmu dan kebisuan lisan dari berbicara dinyatakan sebagai penyakit. Dan obatnya adalah bertanya kepada ulama, sehingga meraih ilmu yang bermanfaat, sebab ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang terpancar dari lentera Al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman para sahabat dan tabi’in , termasuk perkara yang terkait dengan ma’rifat kepada Alloh, hukum halal-haram, zuhud, kebersihan hati dan akhlaq mulia, serta mengatur kehidupan rumah tangga.
Ilmu yang bermanfaat berfungsi sebagai pemusnah secara tuntas dua penyakit rohani yang paling berbahaya dan menjadi biang penyakit hati yaitu syubhat dan syahwat. Maka sebagai seorang pendidik, sebelum membina keluarganya, harus membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup. Sehingga dengan bekal ilmu agama yang bermanfaat, semua urusan rumah tangga menjadi mudah dan berdakwah di tengah keluarga menjadi lancar. Apalagi bila ilmu telah meresap ke dalam hati maka akan melenyapkan penyakit syubhat dan syahwat, mencabut kedua penyakit itu sampai ke akar-akarnya. Ibaratnya orang yang sedang minum obat, segala macam kuman akan hancur dan musnah, sementara obat yang paling manjur adalah obat yang cepat meresap ke dalam tubuh dan tidak membuat kuman kebal, tetapi untuk memusnahkan.
Akhlaq Seorang Pendidik
Seorang pembina rumah tangga harus berilmu, berperangai lemah lembut, bersabar dalam mendidik, sehingga akan memberikan kesan yang baik pada keluarga, seperti firman Alloh Subhannahu Ta’ala:
فَبِمَا رَحۡمَةٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡہُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِى ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (QS. Ali Imran [3]: 159)
Syaikhul islam Ibnu taimiyah Rohimahulloh berkata:
“Hendaknya tidak menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran kecuali setelah memiliki tiga bekal: berilmu sebelum menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran, berperangai lemah lembut ketika menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran, serta bersabar setelah menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran.” (al-Amr bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Munkar, Ibnu Taimiyah, hal. 57)
Hendaknya seorang pendidik paling terdepan dalam memberi contoh karena sangat berat ancaman orang yang tidak konsekuen terhadap ajakannya, sebagaimana sabda Nabi Shololloohu ‘alaihi wassallam:
“Nanti pada hari kiamat ada seseorang didatangkan lalu dilemparkan ke dalam neraka, maka ususnya keluar. Lalu ia berputar-putar di sekitar penggilingan. Kemudian penghuni neraka mengerumuninya dan bertanya, ‘Hai Fulan, ada apa denganmu? Bukankah kamu yang menyeru kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran?’ Ia menjawab, ‘Ya, aku telah menyeru kepada kebaikan tetapi aku sendiri tidak mengerjakannya dan aku melarang orang dari kemungkaran tetapi aku sendiri mengerjakannya.” (Shohih, diriwayatkan Imam Bukhori dalam Shohih-nya: 3267, 7098. Dan Imam Muslim dalam shohih-nya: 7408)
Hadits shohih di atas memberi petunjuk bahwa orang yang mengetahui kebaikan dan kemungakaran lalu melanggarnya lebih berat siksaannya daripada orang yang tidak mengetahuinya karena ia seperti orang yang menghina larangan Alloh dan meremehkan syari’at-Nya, sehingga ia termasuk ahli ilmu yang tidak bermanfaat ilmunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar