Jumat, 29 April 2011

Pendidikan Masa Khulafaur Rasyidin

A.    Masa Kepemimpinan Abu Bakar as-shiddiq (632-634 M)
Setelah Nabi wafat, sebagai pemimpin umat Islam adalah Abu Bakar as-Shiddiq sebagai Khalifah. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat setelah Nabi wafat untuk menggantikan Nabi dan melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan pemerintahan.[1]
Masa awal kekhalifahan Abu Bakar diguncang pemberontakan oleh orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku sebagai nabi dan orang-orang yang enggan membayar zakat. Berdasarkan hal ini Abu Bakar memusatkan perhatiannya untuk memerangi para pemberontak yang dapat mengacaukan keamanan dan memengaruhi orang-orang islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari ajaran Islam. Dengan demikian, dikirimlah pasukan untuk menumpas para pemberontak di Yamamah. Dalam penumpasan ini banyak umat Islam yang gugur, yang terdiri dari sahabat nabi dan para hafiz Qur’an, sehingga mengurangi jumlah sahabat yang hafal Al-Qur’an. Oleh karena itu, Umar bin Khatab menyarankan kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian untuk merealisasikan saran tersebut diutuslah Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan semua tulisan al-Qur’an. Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya.[2]
Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan Tauhid, keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan dan lain sebagainya.
1.      Pendiudikan keimanan, yaitu menenemkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah Allah.
2.      Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang, sopan santun bertetangga, bergaul dalam masyarakat, dan lain sebagainya.
3.      Pendidikan ibadah, seperti pelaksanaan Shalat, puasa, dan Haji.
4.      Pendidikan kesehatan, seperti tentang kebersihan, gerak-gerik dalam Shalat merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.[3]
Menurut Ahmad Syalabi, lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan kuttab,[4] merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar[5] dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Nabi yang terdekat. Lembaga pendidikan Islam adalah masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca al-Qur’an dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, kesimpulannya adalah pelaksanaan pendidikan Islam pada masa Abu Bakar sama dengan pendidikan Islam pada masa Nabi, baik materi maupun lembaga pendidikannya.

B.     Masa kepemimpinan Umar bin Khattab (634-644 M)
Sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang mulia, pikiran, perasaan dan kemampuan berbuat, merupakan komponen dari kemuliaan dan kesempurnaan ynag melengkapi ciptaan (kejadian) manusia.
Abu Bakar telah menyaksikan persoalan yang timbul di kalangan kaum muslimin setelah Rasul wafat, berdasarkan hal inilah Abu Bakar menunjuk penggantinya yaitu Umar bin Khattab, yang tujuannya adalah untuk mencegah supaya tidak terjadi perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijakan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat.[6] Pada masa khalifah Umar bin Khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Wilayah Islam pada masa Umar bin Khattab meliputi semenanjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia, dan Mesir.[7]
Dengan meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki ketrampilan dan keahlian, sehingga dalam hal ini diperlukan pendidikan.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh  tidak diperlukan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi, kalau ada diantara umat Islam yang ingin belajar harus pergi ke Madinah, ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan terpusat di Madinah.[8]
Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar jazirah Arab, tampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam di daerah-daerah yang ditaklukkan itu. Untuk itu, Umar bin Khattab memerintahkan para panglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu kota, hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.[9]
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di Kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan itu, mereka bertugas mangajarkan isi al-Qur’an dan ajaran Islam lainnya, seperti Fikih kepada penduduk yang baru masuk Islam.
Diantara sahabat-sahabat yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab ke daerah adalah Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bin al-Hashim. Kedua orang ini ditempatkan di Basrah. Abdurrahman bin Ghanam dikirim ke Syiria dan Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke Mesir. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan murid melingkarinya.
Dari hal di atas yang menjadi pendidik adalah Umar dan para sahabat-sahabat besar yang lebih dekat dengan Rasulullah dan memiliki pengaruh yang besar, sedangkan pusat pendidikannya selain Madinah adalah Mesir, Syiria, dan Basrah.
Meluasnya kekuasaan Islam mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar, karena mereka yang baru menganut agama Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam. Gairah menuntut ilmu agama Islam ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin keagamaan.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, mata pelajaran yang diberikan adalah membaca dan menulis al-Qur’an dan menghafalkannya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Pendidikan pada masa Umar bin Khattab lebih maju daripada dengan sebelumnya. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai nampak, orang yang baru masuk Islam dari daerah yang ditaklukan harus belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.
Berdasarkan hal di atas, pelaksanaan pendidikan di masa khalifah Umar bin khattab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan di samping telah diterapkannya masjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu–ilmu lainnya. Pendidikan dikelola di bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal, dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari baitulmal.

C.     Masa Kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H: 644-656 M)
                        Nama lengkapnya adalah Usman ibn Abil Ash ibn Umayah. Beliau masuk Islam atas seruan Abu Bakar as-Shiddiq.[10] Usman bin Affan adalah termasuk saudagar besar dan sangat pemurah menafkahkan kekayaannya untuk kepentingan umat Islam. Usman diangkat menjadi khalifah hasil pemilihan panitia enam yang ditunjuk olek Khalifah Umar bin Khattab menjelang beliau akan meninggal. Panitia yang enam itu adalah: Usman, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin Auf.
                        Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengna masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar ban menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan tersebut sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
                        Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat bias memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
                        Khalifah Usman bin Affan sudah merasa cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun begitu ada satu usaha yang cemerlang yang telah terjadi di masa ini yang berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam, yaitu untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Qur’an. Penyalinan ini terjadi karena perselisiahn dalam bacaan al-Qur’an. Berdasarkan hal tersebut, khalifah Usman memerintahkan kepada tim untuk penyalinan tersebut, adapun tim tersebut adalah: Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harist
                        Bila terjadi pertikaian bacaan, maka harus diambil pedoman kepada dialek suku Quraisy, sebab al-Qur’an ini diturunkan dengan lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy, sedangkan ketiganya adalah orang Quraisy.
                        Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa Usman bin Affan diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharap keridhaan Allah.
                        Bahwa pada masa khalifah Usman bin Affan tidak banyak terjadi perkembangan pendidikan, kalau dibandingkan dengna nasa kekhalifahan Umar bin Khattab, sebab pada masa khalifah Usman urusan pendidikan diserahkan saja kepeda rakyat. Dan apabila dilihat dari segi kondisi pemerintahan Usman banyak timbul pergolakan dalam masyarakat sebagai akibat ketidaksenangan mereka terhadap kebijakan Usman yang mengangkat kerabatnya dalam jabatan pemerintahan.

D.     Masa kepemimpinan khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H: 656-661)
                        Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib adalah putra dari paman Rasulullah dan suami dari fatimah anak Rasulullah. Ali bin Abi Thalib diasuh dan dididik oleh Nabi. Ali terkenal sebagai anak yang mula-mula beriman kepada Rasulullah.
                        Ali adalah khalifah yang keempat setelah Usman bin Affan. Pada pemerintahannya sudah diguncang dengan Aisyah (istri nabi) beserta Thalhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahpahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap Usman, peperangan di antara mereka disebut perang jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah , muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian.[11]
                        Muawiyah sebagai gubernur di Damaskus memberontak untuk menggulingkan kekuasaannya. Peperangan ini disebut perang Shiffin, karena terjadi di Shiffin. Ketika tentara Muawiyah terdesak oleh pasukan Ali, Muawiyah segera mengambil siasat untuk menyatakan tahkim (penyelesaian dengan adil dan damai). Sementara Ali menolak, tetapi karena desakan sebagian tentaranya akhirnya Ali menerima tahkim, namun tahkim malah menuimbulkan kekacauan, sebab Muawiyah berhasil mengalahkan Ali dan mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus. Sementara itu, sebagian tentara yang menentang keputusan Ali dengan cara tahkim, meninggalkan Ali dan membuat kelompok tersendiri yaitu khawarij.
                        Berdasarkan Uraian di atas, pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu Ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan, sebab keseluruhan perhatiannya tertumpu pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat Islam. Dengan demikian, pola pendidikan pada masa khulafaur rasyidin tidak jauh beda dengan masa Nabi yang menekankan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist.

E.      Pusat-pusat pendidikan pada masa khulafaur rasyidin
                        Pusat-pusat pendidikan pada masa khulafaur rasyidin antara lain:
1.      Mekkah. Guru pertama di Makkah adalah Muaz bin Jabal yang mengajarkan Al-Qur’an dan Hadist.
2.      Madinah. Sahabat yang terkenal antara lain: Abu bakar, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan sahabat-sahabat lainnya.
3.      Basrah. Sahabat yang termasyhur antara lain: Abu Musa al-Asy’ari, dia adalah seorang ahli fikih dan al-Qur’an.
4.      Kuffah. Sahabat-sahabat yang termasyhur adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Mas’ud mengjarkan Al-Qur’an, ia ahli tafsir, hadis, dan fikih.
5.      Damsyik (Syam). Setelah Syam menjadi bagian Negara Islam dan penduduknya banyak beragama Islam. Maka khalifah Umar mengirim tiga orang guru ke negara itu. Yang dikirin adalah Muaz bin Jabal, Ubaidah, dan Abu Darda’. Ketiga sahabat itu mengajar di Syam pada tempat yang berbeda. Abu Darda’ di Damsyik, Muaz bin Jabal di Palestina, Ubaidah di Hims.
6.      Mesir. Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Amru bin Ash, ia adalah seorang ahli hadist.


[1]              Badri, Yatim, Sejarah Peradaban Islam , hlm 36.
[2]              Hanun Asorah, Sejarah Peradaban Islam, hlm 36
[3]              Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, hlm 18.
[4]              ibid
[5]              Asama Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, hlm 30
[6]              Badri Yatim, Op. cit, hlm 37
[7]              Hanum Asrorah, Op. cit, hlm 17
[8]              Sukarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Islam, hlm 51
[9]              Hanum Asrorah, Loc. Cit,.
[10]           kayaAhmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam,   Al-husna Zikra , hlm 266
[11]           Hanum Asrobah, Op cit, hlm 281

Tanggapan (Bayangan)


A. Tanggapan (bayangan)
            Istilah bayangan sering disebut juga dengan istilah tanggapan. Dalam persepsi telah dikemukakan bahwa dengan perantara alat indera, orang dapat menyadari tentang hal-hal atau keadaan-keadaan yang ada di sekitarnya. Pada proses persepsi setiap stimulus yang datang akan membentuk gambaran dalam jiwa manusia yang tidak langsung hilang setelah pengamatan selesai dilakukan, namun disimpan dalam jiwa individu yang nantinya akan dapat dibayangkan dan ditanggapi kembali. Jadi proses membayangkan atau menanggapi suatu stimulus terjadi setelah proses pengamatan selesai dan tinggal kesan-kesannya saja. Fungsi inilah yang dalam psikologi disebut sebagai fungsi tanggapan yang didefinisikan sebagai gambaran ingatan dalam jiwa manusia yang terjadi setelah objek yang diamati sudah tidak berada lagi dalam ruang dan waktu pengamatan. 
            Pada persepsi terjadi gambaran sementara dalam tanggapan juga terjadi gambaran, namun  antara persepsi dengan tanggapan memiliki beberapa perbedaan yaitu :
a.    Pada persepsi objek diamati terlihat jelas, lebih terang, detail dan sempurna sedangakan pada tanggapan objek yang diamati terlihat kabur dan tidak detail. Karena dalam tanggapan tidak dibutuhkan adanya objek lagi, sehingga pada umumnya gambarnya kurang jelas.
b.    Persepsi terikat oleh tempat dan waktu, sedang tanggapan tidak terikat oleh tempat dan waktu. Orang tidak dapat mempersepsi terlepas dari tempat dan waktu, sebab waktu dan tempat mengikat objek yang dipersepsi, lain halnya dengan tanggapan. Sedangkan pada tanggapan, orang dapat terlepas pada waktu dan tempat, ini berarti bahwa manusia dapat menanggap atau membayangkan setiap waktu dan setiap tempat. Tanpa adanya oblek, orang dapat menanggap atau membayangkan apa yang ingin di bayangkan.
c.    Persepsi memerlukan stimulus sedangkan tanggapan tidak memerlukan stimulus.
d.    Persepsi bersifat sensoris sedangkan tanggapan bersifat imaginer.
B. Bayangan pengiring dan bayangan eidetis
            Gejala yang terletak antara persepsi dan tanggapan adalah “bayangan pengiring” (afterimage) dan bayangan eidetis” .



Bayangan pengiring  (afterimage) tidak memiliki tempat yang pasti dalam medan penglihatan sebab berpindah-pindah menurut gerakan mata. Umumnya bayangan pengiring hanya berjalan sebentar saja. Bayangan pengiring timbul  mengiringi proses persepsi setelah persepsi itu berakhir. Hal ini dapat digambarkan misalnya jika orang mematikan kipas angin, ternyata begitu kenop diputar, kipas angin tidak begitu langsung berhenti, tetapi masih ada gerak yang mengiringinya sebelum berhenti sama sekali.
Bayangan eiditis (eidos=arca, golek) merupakan gambaran yang jelas yang didapat setelah persepsi. Bayangan ini sifatnya lebih tahan lama dan lebih jelas serta persis seperti yang didapat sewaktu melakukan persepsi. Tetapi apabila orang tidak dapat membedakan persepsi dengan bayangan, maka orang akan mengalami halusinasi. Bayangan eidetic ini banyak terdapat pada kalangan anak-anak, tetapi ini pun tidak berarti bahwa pada orang dewasa tidak ada yang mempunyai bayangan semacam ini.
Menurut Erich dan Walter Jaensch bayangan eiditik ini dapat dibedakan menjadi dua macam :
1.                             Tipe T (Tetanoide). Pada tipe ini bayangan lebih menyerupai bayangan pengiring. Sesudah melihat sesuatu benda seakan-akan benda itu masih terlihat di hadapannya. Biasanya gambar ini menampak dengan warna yang komplementer.
2.                             tipe B (basedoide). Bayangan pada tipe ini dapat timbul dengan sendirinya, dan dapat pula timbul dengan sengaja. Pada umumnya sifatnya hidup, bergerak, dan dengan warna yang asli (Bigot,dkk., 1950)
C. Halusinasi dan Bayangan eidetic
            Pada halusinasi orang merasa bahwa ia seakan-akan menerima sesuatu stimulus yang sebenarnya secara objektif stimulus tersebut tidak ada. Pada halusinasi terjadi bayangan yang jelas seperti pada persepsi. Tetapi pada bayangan eidetic tidak demikian. Bayangan eidetic terjadi sebagai hasil dari persepsi. Jadi di sini adanya stimulus. Pada bayangan eidetic sekalipun bayangan ini jelas seperti pada persepsi tetapi individu tahu bahwa itu hanyalah merupakan bayangan saja, objeknya sendiri pada waktu itu tidak ada. Jadi individu pada waktu itu tahu dan sadar bahwa stimulus pada waktu itu tidak ada, sekalipun bayangan sangat jelas. Hal yang demikian tidak didapati pada orang yang menderita halusinasi, pada halusinasi, orang tidak menyadari bahwa itu hanya bayangan saja.
D. Reproduksi dan Assosiasi
Setiap hasil persepsi akan disimpan dalam jiwa individu dan bilamana diperlukan dapat ditimbulkan kembali dalam keadaan sadar. Peristiwa ini disebut sebagai  reproduksi. Reproduksi adalah pemunculan tanggapan-tanggapan  dari keadaan di bawah sadar (tidak disadari) ke dalam keadaan disadari.
Reproduksi dapat muncul karena adanya rangsangan atau pengaruh dari luar namun juga dapat muncul dengan sendirinya tanpa sebab. Namun dari segi timbulnya reproduksi  dapat dikategorikan dalam 2 bentuk yaitu reproduksi yang terikat dan didorong kemauan sendiri serta reproduksi yang bersifat bebas tidak terikat sehingga bersifat liar.
Pada umumnya bayangan satu dengan bayangan lainnya adalah saling bertautan, dan bila ini terjadi maka munculah gejala psikologis yang disebut gejala assosiasi. Assosiassi adalah sangkut paut antara tanggapan yang satu dengan tanggapan yang lainnya dalam diri manusia. Suatu tanggapan yang berassosiasi akan menimbulkan reproduksi lainya.
Pada gejala assosiasi terdapat hukum-hukum yang berlaku yang mengiringi peristiwa tersebut yaitu :
a.       Hukum sama waktu : artinya tanggapan-tanggapan yang muncul pada saat yang sama dalam kesadaraan akan terassosiasi bersama. Atau dengan kata lain persepsi yang sama waktu atau serempak menimbulkan bayangan yang sama waktu pula. Sehingga bila salah satu bayangn timbul maka yang laiinyapun akan muncul dalam alam kesadaran. Misal bila mengingat gurunya maka akan ingat cara mengajarnya
b.      Hukum berurutan : tanggapan-tanggapn yang memiliki hubungan berturut-turut berasosiasi dan direproduksi ke dalam kesadaran. Atau jika dua bayangan atau lebih berturut-turut masuk dalam alam kesadaran  maka terjadilah asossiasi. Misal huruf abjad, melodi dan sebagainya
c.       Hukum persamaan artinya bayangan yang mempunyai persamaan tertentu akan berassosiasi dan saling mereproduksi. Misal lihat potret akan teringat orangnya, lihat macan akan ingat kucing
d.      Hukum perlawanan : artinya tanggapan-tanggapan yang berlawanan akan saling berassosiasi dan berreproduksi. Misal tua-muda, kaya-miskin dan sebagainya
e.       Hukum sebab akibat : adalah hukum pertalian logis atau tanggapan-tanggpan yang mempunyai kaitan logis satu sama lain timbul bersama-sama, berassosiasi dan direproduksi ke dalam kesadaran manusia. Misal jika turun hujan akan mengingatkan jalan menjadi licin.

Pelapisan Sosial

A. PELAPISAN SOSIAL
Individu-individu yang terdiri dari berbagai latar belakang tentu akan membentuk suatu masyarakat heterogen yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial. Dengan adanya kelompok social ini maka terbentuklah suatu palapisan masyarakat yang berstrata.
Individu dan masyarakat adalah komplomenter, ini dapat dilihat dari kenyataan, bahwa:
a. Manusia dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan pribadinya
b. Individu mempengaruhi masyarakat dan bahkan bisa menyebabkan perubahan besar masyarakatnya.[1]
Social stratification atau pelapisan social berasal dari kata strata atau stratum yang berarti lapisan.[2] Karena itu, social stratification sering diterjemahkan menjadi pelapisan masyarakat. Sejumlah individu yang mempunyai kedudukan (status) yang sama menurut ukuran masyarakatnya, dikatakan berada dalam suatu lapisan atau stratum.
Beberapa pandapat mengenai palapisan masyarakat:
1. Menurut Pitirim A. Sorokin, pelapisan masyarakat adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarchis).
2. Menurut Theodorson dkk, pelapisan masyarakat adalah jenjang status dan peranan yang relatif permanen yang terdapat di dalam sistem sosial (dari kelompok kecil sampai ke masyarakat) di dalam hal perbedaan hak, pengaruh, dan kekuasaan.
B. PELAPISAN SOSIAL CIRI TETAP KELOMPOK SOSIAL
            Pembagian dan pemberian kedudukan yang berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi dasar dari seluruh sistem sosial masyarakat kuno. Seluruh masyarakat memberikan sikap dan kegiatan yang berbeda kepada kaum laki-laki dan perempuan. Tetapi ketentuan-ketentuan tentang pebagian kedudukan antara laki-laki dan perempuan yang kemudian menjadi dasar pembagian pekerjaan, semata-mata ditentukan oleh sistem kebudayaan itu sendiri.
Misalnya kedudukan laki-laki di Jawa berbeda dengan kedudukan laki-laki di Minangkabau. DI Jawa kekuasaan keluarga ada di tangan ayah, tetapi tidak demikian di Minangkabau. Contoh lain, di Irian atau Bali, wanita harus lebih bekerja keras daripada laki-laki.
Di dalam organisasi masyarakat primitif pun dimana belum mengenal tulisan, pelapisan masyarakat itu sudah ada. Hal ini dapat dilihat dari:[3]
1. Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan perbedaan-perbedaan hak dan kewajiban
2. Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki hak-hak istimewa
3. Adanya pemimpin yang saling berpengaruh
4. Adanya orang-orang yang dikucilkan di luar kasta dan orang yang di luar perlindungan hukum
5. Adanya pembagian kerja di dalam suku itu sendiri
6. Adanya pembedaan standar ekonomi dan di dalam ketidaksamaan ekonomi itu secara umum.
C. TERJADINYA PELAPISAN SOSIAL
Terjadi dengan sendirinya
            Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Pelapisan masyarakat berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena sifatnya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk lapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu dan kebudayaan masyarakat di mana sistem itu berlaku. Kedudukan seseorang suatu strata atau pelapisan adalah secara otomatis, misalnya karena usia tua, karena lebih pandai, seseorang yang memiliki bakat seni atau sakti.
Terjadi dengan sangaja
            Sistem pelapisan yang disusun dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Di dalam sistem pelapisan ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang, sehingga dalam organisasi ini terdapat keteraturan. Contoh dari sistem pelapisan ini antaralain: organisasi pemerintahan, organisasi partai politik, dll.
            Di dalam sistem organisasi yang disusun dengan cara ini mengandung dua sistem, yaitu:
1) Sistem fungsional: merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat, misalnya di dalam organisasi perkantoran ada kerja sama antara kepala-kepala seksi dan lain-lain.
2) Sistem skalar : merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas (vertikal).[4]
Kelemahan dari sistem ini antara lain:
1) Karena organisasi sudah diatur sedemikian rupa, sehingga sering terjadi kelemahan dalam menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Misalnya saja perubahan-perubahan dalam cara-cara perjuangan partai politik, tetapi karena organisasi itu mempunyai tata cara tersendiri dalam menentukan kebijaksanaan politik sosial, maka sering terjadi kelambatan di dalam penyesuaian.
2) Karena organisasi sudah diatur sedemikian rupa, sehingga membatasi kemampuan-kemampuan individual yang sebenarnya memiliki kemampuan lebih. Misalnya saja dalam kehidupan perguruan tinggi, seorang dosen yang baru golongan III a tetapi cakap, tidak diperkenankan menduduki jabatan-jabatan tertentu yang hanya boleh diduduki atau dijabat oleh golongan IV a ke atas, maka merupakan hambatan yang merugikan dosen yang bersangkutan dan universitas.
D. PEMBAGIAN PELAPISAN MENURUT SIFATNYA
Menurut sifatnya, sistem pelapisan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi:
1) Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup
Di dalam sistem ini pemindahan anggota masyarakat ke lapisan yang lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal yang istimewa, seperti kelahiran. Sistem pelapisan tertutup kita temui misalnya di India yang masyarakatnya mengenal sistem kasta. Sebagaimana kita ketahui masyarakat terbagi ke dalam:
     a. Kasta Brahmana : merupakan kastanya golongan-golongan pendeta dan merupakan     kasta yang tertinggi.
     b. Kasta Ksatria : merupakan kasta dari golongan bangsawan tentara yang dipandang sebagai lapisan kedua.
     c. Kasta Waisya : merupakan kasta dari golongan pedagang yang dipandang sebagai lapisan menengah ketiga.
     d. Kasta Sudra : merupakan kasta dari golongan rakyat jelata.
     e. Paria : merupakan golongan dari mereka yang tidak memiliki kasta. Yang termasuk golongan ini adalah gelandangan, peminta-minta, dsb.[5]
Sistem seperti ini biasanya juga kita temui di dalam masyarakat feodal atau masyarakat yang berdasarkan realisme. Seperti pemerintahan di Afrika Selatan yang terkenal masih melakukan politik apartheid atau perbedaan warna kulit yang disahkan oleh undang-undang.
2) Sistem pelapisan masyarakat yang terbuka
Di dalam sistem ini setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan untuk jatuh ke lapisan yang ada di bawahnya atau naik ke lapisan yang ada di atasnya. Sistem seperti ini dapat kita temui misalnya di dalam masyarakat Indonesia sekarang ini. Setiap orang diberi kesempatan untuk menduduki segala jabatan bila ada kesempatan dan kemapuan untuk itu. Di samping itu seseorang juga dapat diturunkan dari jabatannya bila dia tidak mampu mempertahankannya. Status (kedudukan) yang diperoleh berdasarkan atas usaha sendiri disebut “Achieve Status”. Dalam hubunganya dengan pembangunan masyarakat, sistem pelapisan masyarakat yang terbuka sangat menguntungkan. Sebab setiap warga masyarakat diberi kesempatan untung bersaing dengan yang lain.
E. BEBERAPA TEORI TENTANG PELAPISAN SOSIAL
Ada yang membagi pelapisan masyarakat seperti berikut ini:
1. Masyarakat terdiri dari kelas atas (upper class) dan kelas bawah (lower class)
2. Masyarakat terdiri dari tiga kelas, yaitu kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class)
3. Masyarakat terdiri dari empat kelas, yaitu kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class), kelas menengah ke bawah (lower middle class) dan kelas bawah (lower class)
Orang dapat menduduki lapisan tertentu disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keturunan, kecakapan, pengaruh, kekuatan dan lain sebagainya.
Ada beberapa pendapat mengenai pelapisan sosial, diantaranya:
1. Aristoteles mengatakan bahwa di dalam tiap-tiap negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat sekali dan mereka yang berada di tengah-tengahnya. Di sini Aristoteles membagi masyarakat berdasarkan ekonomi sehingga ada orang kaya, menengah dan melarat.
2. Prof. Dr. Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH. MA. menyatakan sebagai berikut: selama di dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya, maka barang itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat.
3. Vilfredo Pareto, sarjana Italia menyatakan bahwa ada dua kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu, yaitu golongan elite dan golongan non elite. Menurut dia pangkal daripada perbedaan itu karena ada orang-orang yang memiliki kecakapan, watak, keahlian dan kapasitas yang berbeda-beda.
4. Gaotano Mosoa, sarjana Italia, di dalam “The Ruling Class” menayatakan sebagai berikut: di dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang sangat kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan, dua kelas selalu muncul, yaitu kelas yang pemerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang pertama, jumlahnya selalu sedikit, menjalanakan peranan-peranan politik, monopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan-keuntungan yang dihasilkan oleh kekuasaannya itu. Sebaliknya yang kedua, ialah kelas yang diperintah, jumlahnya lebih banyak, diarahkan dan diatur atau diawasi oleh kelas yang pertama.
5. Karl Marx di dalam menjelaskan secara tidak langsung tentang pelapisan masyarakat menggunakan istilah kelas menurut dia, pada pokoknya ada dua macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyainya dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.[6]
Dari apa yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa ukuran atau kriteria yang biasanya dipakai untuk menggolongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial adalah sbb:
1. Ukuran kekayaan : barang siapa yang mempunyai kekayaan paling banyak, termasuk ke dalam lapisan sosial atas.
2. Ukuran kekuasaan : barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar, menempati lapisan sosial teratas.
3. Ukuran kehormatan : orang yang paling disegani dan dihormati, mendapatkan atau menduduki lapisan sosial teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa besar kepada masyarakat.
4. Ukuran ilmu pengetahuan : ukuran ilmu pengetahuan dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Ukuran ini kadang-kadang menyebabkan menjadi negatif, karena ternyata bukan ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, tetapi gelar kesarjanaannya. Hal ini mengakibatkan segala macam usaha dilakukan untuk mendapatkan gelar tersebut walau dengan tidak halal.
F. KESAMAAN DERAJAT
Kesamaan derajat terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai sektor kehidupan. Hak inilah yang benyak dikenal dengan Hak Aasi Manusia.
1. Persamaan Hak
Mengenai persamaan hak ini, telah dicantumkan dalam Persyaratan Sedunia Tentang Hak-Hak (Asasi) Manusia atau Universitas Declaration of Human Right (1994) dalam pasal-pasalnya.
2. Persamaan Derajat di Indonesia
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 mengenai hak dan kebebasan yang berkaitan dengan adanya persamaan derajat dan hak juga tercantum dalam pasal-pasalnya secara jelas. Sebagaimana kita ketahui Negara Republik Indonesia menganut asas bahwa setiap warga negara tanpa kecualinya memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, dan ini sebagai konsekuensi prinsip dari kedaulatan rakyat yang bersifat kerakyatan.[7]

G. DISKRIMINASI DAN PEMERATAAN

Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia , ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik kelamin , ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Macam-macam Diskriminasi:
1. Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
2. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.

3. Diskriminasi ditempat kerja

Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk:
  • dari struktur upah,
  • cara penerimaan karyawan,
  • strategi yang diterapkan dalam kenaikan jabatan, atau
  • kondisi kerja secara umum yang bersifat diskriminatif.
Diskriminasi di tempat kerja berarti mencegah seseorang memenuhi aspirasi professional dan pribadinya tanpa mengindahkan prestasi yang dimilikinya.
Teori statistik diskriminasi berdasar pada pendapat bahwa perusahaan tidak dapat mengontrol produktivitas pekerja secara individual. Alhasil, pengusaha cenderung menyandarkan diri pada karakteristik-karakteristik kasat mata, seperti ras atau jenis kelamin, sebagai indikator produktivitas, seringkali diasumsikan anggota dari kelompok tertentu memiliki tingkat produktivitas lebih rendah.
Kriteria yang digunakan untuk menggolongkan anggota masyarakat dalam masyarakat antara lain,[8]
1.      Ukuran kekuasaan
Anggota masyarakat yang memegang kekuasaan dan yang mempunyai wewenang terbatas akan menempati lapisan yang tinggi dalam lapisan sosial masyarakat.
2.      Ukuran kekayaan
Anggota masyarakat terkaya akan menduduki lapisan teratas. Kekayaan itu dapat dilihat dari pemilikan bentuk rumah, perabot rumah, kendaraan pribadi, cara berpakaian serta bahan yang dipakai, olahraga yang dilakukan.
3.      Ukuran kehormatan
Dalam masyarakat tradisional, orang-orang yang disegani dan dihormati akan menempati lapisan atas. Misalnya, orang-orang yang dituakan atau orang-orang yang dianggap berjasa dalam masyarakat. Ukuran kehormatan biasanya tidak ada kaitannya dengan ukuran kekyaan dan kekuasaan. Contoh: Status keturunan.
4.      Ukuran Ilmu Pengetahuan atau pendidikan
Dalam masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan atau masyarakat yang maju, ilmu pengetahuan dipergunakan sebagai salah satu dasar pembentukan lapisan sosial.


[1] Drs. Mawardi dkk. Ilmu Alamiah Dasar Ilmu Sosial Dasar Ilmu Budaya Dasar. Halm 245
[2] ibid
[3] ibid halm 246
[4] ibid halm 248
[5] ibid halm 249
[6] M. Munandar Soelaeman. Ilmu Sosial Dasar. Halm 150
[7] ibid halm 251
[8] ibid halm 253